~~ AWAL MULA ~~ #KELASSASTRAWI

by - Juli 30, 2017

(Foto bersama panitia, Andreas Harsono dan peserta bersama Pejabat Kab Siak seusai jamuan makan malam di Gedung Maharatu, Siak 17 Juli 2017)


Pekanbaru 30 Juli 2017

22 Juni 2017, tepat 25 hari menjelang hari H Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTLN) Kenal Sastrawi 2017 yang diadakan Bahana Mahasiswa Universitas Riau di Siak Sri Indrapura. Pimpinan Redaksi LPM Gagasan tempatku bernaung menghubungiku via WA tepat pukul 19.46 malam hari setelah magrib.

“Kk mw ngomong penting.”

Pesan singkat itu tentunya membuatku penasaran. ponsel yang saat itu sedang tersambung kabel cas, segera ku lepas. Dengan cepat ku ketik balasan. Mempertanyakan apa sekiranya yang ingin ia omongkan. Saat itu aku masih berada di Siak dalam rangka pulang kampung libur kuliah. Sebuah kota dimana aku lahir dan besar.

Muthi’ah Haura adalah Pimred Gagasan selama dua tahun berturut-turut. Tahun ini adalah tahun terakhirnya berada di Gagasan sekaligus sebagai mahasiswa ilmu komunikasi UIN Suska Riau. Badannya kurus dan kulitnya berwarna putih yang sedikit pucat. Jari-jari tangannya kecil, selaras dengan bentuk tubuhnya yang kecil. Pembawaannya yang santai membuat junior banyak nyaman dekat dengannya, termasuk aku.

Isi pesan WA nya panjang. Terdiri dari beberapa bagian penjelasan yang sejujurnya membuatku merasa, wah sekali. Wah dalam artian “oh ternyata...”

intinya WA nya adalah, tidak ada kru Gagasan ‘yang bisa’ ikut pergi PJTLN yang diadakan Bahana. Panjang cerita, akhirnya Kak Muthi menawarkan aku pergi PJTLN mewakili Gagasan yang lokasinya adalah kampungku sendiri.

Kak Muthi menjelaskan panjang lebar mengenai keuntungan bila ku pergi. Ia juga menjelaskan kekurangannya bila aku pergi, hanya satu kekurangannya. Aku takkan bisa merasakan PJTLN ke luar. Ke luar artinya disini adalah keluar Riau. Seperti senior-senior ku sebelumnya di Gagasan yang pergi PJTLN ke Lampung, Sumbar, Sumut, Aceh dan kota-kota besar lainnya. Intinya aku tak bisa merasakan berkunjung ke daerah baru.

Sedih?

Tunggu sebentar, biarkan ingatanku kembali ke malam itu. Apa aku merasa sedih? Merasa kecewa?

Jawabannya tidak.

Aku memang memiliki impian traveling keliling Indonesia, namun bukan menggunakan uang kampus, melainkan menggunakan uangku sendiri. Maksudku bukan berarti aku men-judge orang yang PTJLN ke luar kota itu jalan-jalan pakai uang kampus ya!. Maksudku disini adalah, kalau pergi PJTLN ke luar kota itu tujuannya untuk traveling bukan mencari ilmu, jelas itu bukan impianku sama sekali. Dan tak masalah rasanya bila PJTLN ku di kotaku sendiri.

Singkat cerita, aku yang pergi sebagai delegasi Gagasan.
(Alamat Web LPM Gagasan Yang Ada Di Baju)


Aku tak asal pergi begitu saja. Bahana sendiri punya syarat bagi peserta PJTLN, yaitu membuat tulisan feature. Siang 7 Juli 2017 menjadi batas akhir waktu pengumpulan tulisan untuk aku yang menjadi peserta dadakan ini.  Tak main ngebut aku menulis feature yang latarnya kuambil dari Istana Siak.

Bulan Oktober nanti, genaplah setahun aku di Gagasan. Baru bulan Mei lalu aku diangkat sebagai angkatan muda dari kru magang. Masih sangat-sangat muda memang. Ilmu ku masih sedikit. Rupanya hal itu berhasil membuatku gugup tak karuan. Memang setahuku orang-orang yang di utus PJTLN haruslah kru LPM yang sudah ilmu dasar jurnalistik yang cukup, tidak sepertiku.

Adalah hal wajar bila aku tak percaya diri akan tulisanku bukan?

15 Juli 2017 H-2 PJTLN rasa tak percaya diri itu muncul. Tepat pukul 14.30 aku membalas WA Kak Muthi sebelumnya dengan mengutarakan hal tersebut.

“Kami kayaknya nanti yang paling bego disana”

“Malu-maluin Gagasan”

“Nanti mereka diskusi, kami bisanya bengong aja”

“Jadinya mempermalukan Gagasan Kak.”

Empat penggalan chat itu langsung dibalas satu chat panjang oleh Kak Muthi. Chat panjang yang intinya memberi motivasi kepadaku.



Oke. Rasa percaya diri kembali normal.

Esok siangnya 16 Juli 2017, aku kembali mengirim chat pada Kak Muthi betapa galaunya aku.

Lagi aku diberikan motivasi.


Malamnya, aku kembali galau. Saat itu kami para peserta PJTLN sudah berkumpul bersama. Laki-laki di sekretariat Bahana, perempuan di Mess Universitas Riau yang hanya lima menit menggunakan sepeda motor dari sekre Bahana. Kami sudah berkenalan. Mereka mengenalkan nama dan jabatannya di LPM mereka. Rasa percaya diriku kembali menguap entah kemana.

Namun itu tak berselang lama. Kubaca ulang chat Kak Muthi. Meyakinkan dalam hati bahwa aku bisa. Aku tidak sebodoh itu. Aku punya minat dan bakat dalam bidang ini. Aku pasti bisa.

Hal itu terus aku ucapkan dalam hati selama seminggu kedepan hingga kelas kenal sastrawi ini berakhir.

Di hari terakhir dalam perjalan pulang menuju Pekanbaru menggunakan speed boat mengarungi Sungai Siak. Selama dua jam perjalanan, menatap air sungai yang hitam kecoklatan, memperhatikan wajah dan mengingat mereka yang selama seminggu ini mengisi hari-hariku,  34 orang yang luar biasa. Aku sama sekali tak merasa menyesal.

Aku merasa bangga sebagai putri daerah mengenalkan kota kecilku pada mereka. Mengenalkan kota kecil yang bagi mereka asing. Mengenalkan tradisi, dan juga makanan khas Siak yang terasa asing di lidah mereka. Daripada menjadi peserta, aku lebih seperti pemandu wisata dadakan.

Waktu tujuh hari di Siak nyatanya tak cukup mengenalkan Siak pada mereka, hal ini terkendala karena tak adanya angkutan umum di Siak. Yang ada hanya odong-odong yang harus di pesan terlebih dahulu. Kota Siak yang memiliki jarak cukup jauh di setiap bangunannya membuat aku harus menemani mereka berjalan kaki kemanapun.

19 tahun aku hidup di Siak, baru pertama kalilah aku kemana-mana berjalan kaki dalam rentang waktu seminggu itu.

Bila memikirkan keuntungan aku mengikuti PJTLN di Siak, ada satu keuntungan yang aku tambahkan diakhir. Yaitu, sampai kapanpun nanti, aku bisa mengabarkan pada mereka tentang Siak dikala mereka rindu dan ingin tahu perkembangan Siak. Aku bisa menerima kapanpun kedatangan mereka bbila mereka ingin berkunjung ke Siak lagi.

Aku kan jadi pengikat antara kenangan kami di Siak.

Untuk ilmunya sendiri, akan ku jelaskan ketika aku menceritakan tentang dua pemateri kami selama di kelas kenal sastrawi. Mas Andreas Harsono dan Mas Budi Setiyono dari Yayasan Pantau.

Bernarasi di Negeri Istana ibarat aku bernarasi tentang diriku sendiri.

Menyenangkan.

 

(Tanda Cinta Dari Siak Untuk Mereka)

You May Also Like

0 komentar