Nge-Trip ke Rupat bersama #TERCYDUCKSQUAD

by - Agustus 08, 2017


(Menikmati Pagi di Tepi Pantai)



  • Apa yang biasanya orang lakukan ketika di hari-hari libur?

    JALAN-JALAN!!!!

    Yup betul sekali, jalan-jalan memang sangat pas dilakukan ketika hari libur tiba. Dan dari bulan Juli hingga bulan September adalah waktu dimana anak kuliahan libur semester. Seperti aku.

    Di bucketlist tahun ini aku memasukkan nge-trip ke daerah lokal, masih di Indonesia maksudnya. Inginnya sih ala backpacker sendirian gitu ke Batam sekalian mengujungi Embun, tapi kemudian sadar diri. Wong  gak pernah nge-trip, masak sekalinya nge-trip malah sendirian? Tiket ke Batam emang sanggup dibeli?

    Karena tidak ingin mengambil resiko itulah aku mulai mengajak orang-orang terdekat yang sekiranya bisa kuajak pergi. Dimulai dari Desi yang sedang pulang kampung, yang ketika kuajak dia dengan semangatnya ingin ke Medan-Lampung pakai pesawat karena jika naik bus dia mabuk darat-sama sepertiku. Aku terdiam sebelum membalas chat WA darinya.

    PESAWAT? UANG DARI MANA???

    Dan akhirnya Desi tak ada kabar sejak chat WA terakhirnya tanggal 15 Juli.

    Ubah haluan, aku mencoba mengutarakannya pada Kak Muthi, Pimred Gagasan yang ternyata punya impian yang sama denganku. Nge-trip pake motor ke daerah lokal. Masih di Riau maksudnya. Kendaraan oke. Aku sudah oke, begitupun Kak Muthi. Sayangnya waktu tak berpihak pada kami berdua. Sebabnya adalah aku yang ikut PJTLN tanggal 17-23 Juli. Kak Muthi pun menyusul mengikuti Pelatihan penulisan skrip film di Medan dan baru pulang tanggal 26 Juli. Belum menghilangkan rasa penat, Kak Muthi kembali pergi ke Yogjakarta, mengikuti pelatihan LPM se-PTKITIN 27-29 Juli.

    Aku tak pantang menyerah, menghubungi Astri, aku mulai mengajaknya mewujudkan impian nge-trip ini. pokoknya liburan semester ini aku harus ada nge-trip.

    HARUS.

    Astri mengiyakan, dengan semangat dia mengatakan ia juga ingin nge-trip. Akhirnya kami merencanakan waktu kepergian di awal Agustus, sebab minggu ke dua Agustus aku harus berada di kampus, Gagasan membuka stan oprec saat PNDK UIN Suska dan aku tidak bisa tidak ikut. Aku sebagai PJ humas dan dokumentasi Oprec kali ini tentu harus bertanggung jawab.

    Sayangnya, kami berdua terkendala kendaraan. Tak ada satupun motor kami berdua yang dalam keadaan ‘baik’ untuk dibawa jalan jauh.

    Kami mulai mencari solusi, dan solusinya tentu mencari orang yang punya kendaraan. Astri pun menghubungi Rauf. Seorang kawan sekolah yang sampai saat ini kami masih berkomunikasi dengan baik. Rauf punya mobil, itu poinnya. Bila Rauf mengiyakan rencana ini, maka semua akan beres.

    Seakan doaku didengar, Rauf mengiyakan dan mengajak kami ke Pulau Rupat. Tepatnya ke Pulau Beting Aceh. Suatu tempat yang ingin ia kunjungi.

    3,4,5 Juli adalah waktu yang dipilih.

    1 Juli 2017 Rauf membuat grup WA yang pergi nge-trip. Isinya aku, Astri, Bima, Haris, Rauf dan Dian-kawan SMP aku, Astri dan Haris- yang sebelumnya sudah pergi ke Rupat.  Membahas banyak hal, H-2 kami terhalang izin orangtua. Tepatnya aku dan Dian. Sedangkan Nuri yang dihubungi oleh Astri dan Rauf fix ikut nge-trip.

    Ketika meminta izin pada Abu sesampainya aku di Siak saat hari senin, Abu tak memberi izin pun begitu Umi. Aku sedih bukan main. Pasalnya nge-trip ini adalah ideku, bila aku tak pergi maka itu sama saja dengan bohong. Dengan menggunakan jurus ‘ngambek’, siangnya H-1 akhirnya Abu memberi izin.

    Kamis, 3 Juli 2017 pukul 09.00 pagi kami bertujuh pun berangkat.

    Bermodalkan nekat dan tiang petunjuk arah kami menempuh perjalanan yang benar-benar pertama kalinya untuk kami. Termasuk Dian, yang pertama kali ke Rupat menggunakan mobil. Ia hanya pernah ke Rupat menggunakan sepeda motor menumpang pada kapal pong-pong menyebrang ke Pulau Rupat.

    Perjalanan kami santai tak terburu-buru. Sejauh aku mengamati, Rauf tak pernah mengemudikan mobil melewati angka 60 km/jam. Hal ini dikarenakan aku dan Bima yang mabuk darat. Sepanjang perjalanan, kami selalu berhenti ketika waktu salat tiba, ada yang ingin muntah, ada yang ingin buang air kecil dan saat makan.

    Jam satu siang kami sampai di kota Dumai. Kami berhenti di tempat makan yang disarankan oleh Dian karena sebelumnya ia pernah makan di tempat itu. Sebuah rumah makan khas minang yang berada di tepi Jl. Sultan Syarif Kasim berjarak dua ruko dari Alfamart, tak jauh dari simpang lampu merah. Rumah makannya berupa ruko satu lantai. RM.IDOLA begitu nama yang tertulis di sudur kiri plang nama di dinding atas depan ruko. Ramai pembeli. Rumah makannya terdapat tempat salat, sehingga kami bisa sekalian salat zuhur disana. Ditemani suara pengamen seorang pria yang bernyanyi lantang dengan gitar di tangan, kami memakan nasi yang lauknya pedas bukan main. Tak ada satupun dari kami yang piringnya bersih dari makanan, karena kepedasan. Kami melihat sekeliling dan menyadari bahwa hanya kamilah yang terlihat kepedasan, sebab para pembeli lainnya bertingkah biasa saja. Setelah membayar Rp.155.000 untuk 7 porsi berserta minumnya, kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan penyebrangan Dumai-Rupat. 
    (Menu Nasi Yang Aku Pesan)

    (Pesan Teh Hangat Untuk Menormalkan Perut Pasca Mabuk Darat)

    (Rauf Sedang Makan)





    Gedung pelabuhan tak terawat. Dilihat dari luar, beberapa plafon rusak, retak di beberapa bagian dinding. Rumput liar tumbuh subur di perkarangan yang gersang. Cat biru gedung tak rapi. Sebuah spanduk dari kepolisian setempat pun telah terkoyak, hanya meninggalkan bagian lambang polisi saja. Tak ada petunjuk dimana harusnya kami membeli tiket. Untungnya Rauf berinisiatif turun dan bertanya pada seorang petugas yang kebetulan melintas. Astri yang dinobatkan sebagai bendahara dadakan menghampiri Rauf yang memanggilnya tak jauh dari mobil kami mengantri masuk kapal Roro. Kami membayar Rp.160.000 untuk 7 penumpang dalam satu mobil keluarga untuk sekali penyebrangan.
    (Gedung Pelabuhan Dumai)

    (Cat Pelabuhan Memudar)

    Pukul tiga sore, kapal Roro mulai bergerak menyebrang ke Pulau Rupat. Kami memilih kebagian atas kapal, menatap pemandangan lautan dengan angin yang menyapa wajah. Mungkin, karena ini pertama kalinya kami menyebrang di pelabuhan Dumai, sebuah kota industri, kami terkagum-kagum dengan banyaknya kapal-kapal besar yang melintas. Astri, Nuri dan Haris menghabiskan waktu dengan bermain kartu yang sebelumnya Haris beli di Alfamart dekat rumah makan tadi. Bima tidur di bangku menggunakan headphone yang ia bawa. Rauf bercakap-cakap dengan seorang penumpang yang tau jalan ke tempat yang kami tuju. Kecamatan Teluk Medang, Rupat Utara. Dian duduk santai memainkan ponsel. Dan aku tak melewatkan kesempatan ini dengan menyimpan segala kenangan perjalanan menggunakan kamera ponsel dan kamera DSLR NIKON hasil pinjaman.
    (Tiket Penyeberangan)
    (Tiket Penyeberangan)

    (Dian Yang Sedang Tertawa)

    (Bima Yang Sedang Mendengarkan Lagu)

    (Rauf Menonton Nuri, Astri dan Haris Bermain Kartu)
    Pukul empat sore, kami memulai perjalanan di Pulau Rupat. Karena ragu, kami bertanya pada petugas pelabuhan yang menjaga pintu masuk pulau. Bapak itu bilang, kami hanya perlu lurus dan mengikuti plang-plang arah yang selalu ada di tiap tikungan. Intinya tidak sulit mencapai lokasi yang kami tuju.

    Keluar dari pelabuhan, mobil berjalan dan melewati jembatan pertama. Ada belokan di sebelah kiri, dimana terdapat warung-warung makan kecil, dan juga jalan lurus berkerikil. Kami tentu berjalan lurus seperti yang sudah diarahkan. Rauf ragu, sebab jalan itu tampak jarang dilewati. Dan hanya mobil kami yang melewati jalan lurus ini, sisa kendaraan lainnya tadi belok ke belokan kiri kearah jalan yang lebih kecil dari jalan lurus ini.

    Tak lama, kami menemukan jawaban dari kebingungan ini. Jalannya buntu!



    To Be Continued.


You May Also Like

0 komentar